Hiduplah seorang guru yang bijaksana, guru tersebut memiliki beberapa orang murid, salah satu di antara muridnya ada yang gagu. Suatu hari sang guru menyuruh muridnya yang gagu untuk turun gunung.
Sang guru berkata, "Besok, turun gununglah dan sebarkanlah ajaran Kebenaran yang telah kubabarkan kepada semua orang."
Muridnya yang gagu itu merasa rendah diri dan segera menulis di atas kertas,
"Maafkan saya Guru, bagaimana mungkin saya dapat menyebarkan ajaran Guru, saya ini kan gagu. Mengapa Guru tidak menyuruh murid lain saja yang tentu mampu membabarkan ajaran Guru dengan lebih baik?"
Sang Guru tersenyum dan meminta muridnya merasakan sebiji anggur yang diberikan olehnya. "Anggur ini manis sekali," tulis muridnya.
Sang Guru kembali memberikan sebiji anggur yang lain. "Anggur ini masam sekali," tulis muridnya.
Kemudian Gurunya melakukan hal yang sama pada seekor burung beo. Biarpun diberi anggur yang manis maupun masam beo itu tetap saja mengoceh, "Masam...masam..."
Sang Guru menjelaskan pada muridnya,
"Kebenaran bukanlah untuk dihafal, bukan pula cuma untuk dipelajari, tapi yang terutama adalah untuk dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Cacat tubuh yang kita miliki janganlah menjadi rintangan dalam mengembangkan batin kita. Kita jangan seperti sebuah sendok yang penuh dengan madu, tapi tidak pernah mengetahui manisnya madu itu. Kita jangan seperti beo yang pintar mengoceh, tapi tidak mengerti apa yang diocehkannya.
Engkau memang tidak mampu berbicara dengan baik, tapi bukankah engkau bisa menyebarkan Kebenaran dengan cara-cara lain, misalnya menulis buku? Dan yang lebih penting, bukankah perilaku kamu yang sesuai dengan Kebenaran akan menjadi panutan bagi yang lain?"
Itulah cara mengajar yang terbaik: teladankan Kebenaran dalam perilakumu, bukan cuma dalam omonganmu...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar